Articles,  Kardiopulmonar

Emfisema

I. Pengertian
Emfisema adalah penyakit kronis atau jangka panjang akibat kerusakan pada alveolus, yaitu kantong udara kecil pada paru-paru. Kondisi ini dapat menyebabkan penderitanya sesak atau sulit bernapas. Alveolus berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida ketika bernapas. Pada penderita emfisema, alveolus mengalami kerusakan dan pecah, sehingga terbentuk satu kantong udara besar.
Terbentuknya kantong udara tersebut mengakibatkan luas area permukaan paru-paru menjadi berkurang dan kadar oksigen yang mencapai aliran darah pun menurun. Selain itu, rusaknya alveolus juga akan mengganggu proses keluarnya udara berisi karbon dioksida dari paru-paru. Akibatnya, paru-paru bisa membesar secara perlahan karena udara terperangkap dan menumpuk di dalam kantong udara.
Emfisema adalah salah satu jenis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang umum terjadi. Penyakit jenis ini akan berkembang menjadi lebih parah seiring berjalannya waktu. Penanganan emfisema dapat memperlambat perkembangan penyakit tersebut, tetapi tidak bisa memulihkan alveolus yang rusak.
II. PREVALENSI
Mengutip dari jurnal kedokteran Universitas Lampung, penyakit emfisema merupakan kontributor terbesar pada kasus penyakit paru obstruktif kronis. Jurnal tersebut mengatakan bahwa menurut survey penderita PPOK di 17 Puskesmas di Jawa Timur ditemukan prevalensi emfisema paru 13,5 persen, bronkhitis kronis 13,1 persen, dan asma 7,7 persen.
Selain itu, menurut World Health Organization (WHO), pada 2002 PPOK menempati urutan kelima sebagai penyebab kematian di dunia. Bahkan, WHO memprediksi di 2030 PPOK akan menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian di dunia. Emfisema juga menjadi penyakit pernapasan yang dapat menyebabkan kerusakan pada alveolar paru.
Emfisema adalah penyakit yang mempengaruhi banyak orang di seluruh dunia. Menurut hasil laporan dari Global Burden of Disease Study, terdapat sebanyak 251 juta kasus PPOK secara global di seluruh dunia dan diprediksi akan terus meningkat dikarenakan semakin tingginya angka perokok dan semakin meningkatnya kadar polutan. Hasil statistik yang dibuat oleh CDC mengatakan bahwa di Amerika Serikat terdapat 14 juta penderita emfisema dimana jumlah wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki (21,4 : 19,0 per 1.000 penduduk)
Data mengenai prevalensi emfisema di Indonesia masih sulit untuk ditemukan, karena emfisema masih dianggap sebagai bagian dari PPOK. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 dikatakan bahwa 4 dari 100 orang di Indonesia menderita PPOK. Dimana prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (10%) dan terendah di Provinsi Lampung (1,4%).
III. Gejala
Pada tahap awal, biasanya emfisema tidak menimbulkan gejala khusus. Akan tetapi, emfisema berkembang secara perlahan dan dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, ketika kerusakan menjadi semakin parah. Berikut ini adalah beberapa gejala yang umum dialami penderita emfisema :
  1. Sesak napas, terutama saat beraktivitas
  2. Batuk yang terus-menerus dan mengeluarkan dahak
  3. Mengi (suara bernada tinggi yang terdengar saat sedang bernapas,
  4. Sesak atau nyeri di dada.
Jika emfisema sudah semakin parah, gejala yang dapat ditimbulkan, yaitu :
  1. Penurunan nafsu makan yang mengakibatkan berat badan berkurang
  2. Infeksi paru-paru yang berulang
  3. Mudah lelah
  4. Sakit kepala di pagi hari
  5. Jantung berdebar
  6. Bibir dan kuku menjadi biru
  7. Pembengkakan pada kaki
  8. Gangguan tidur
  9. Depresi
IV. Etiologi dan Faktor resiko
Faktor risiko penderita PPOK Terdapat 2 faktor kelompok besar yaitu factor pejamu dan juga factor pajanan lingkungan. Pada factor pejamu meliputi genetic, hipereaktivitas jalan nafas sertapertumbuhan paru. Untuk factor lingkungan sendiri meliputi kebiasaan seseorang dalam merokok, polusi udara dalam lingkungan, infeksi, debu dan bahan kimia yang di Dapat dari tempat kerja serta status sosial ekonomi. Pada factor genetik Dapat meningkatkan atau menurunkan risiko penderita terhadap perkembangan PPOK. Apabila kebiasaan dalam merokok ini terjadi dengan adanya factor genetic juga, maka hal ini akan Dapat memperburuk keadaan penderita, karena resiko untuk terjadinya PPOK pun akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya seseorang tersebut merokok, dan juga jumlah batang rokok yyang dihisap perharinya berapa.
Selain merokok, factor genetic juga merupakan factor risiko Dapat terjadinya kejadian PPOK. Beberapa penelitian menunjukkan bahwasanya peningkatan prevalensi pada keluarga PPOK dibandingkan control dan juga memberi kesan bahwa PPOK terjadi pada individu yang juga rentan secara genetic setelah cukup terpajan oleh asap rokok.
V. patofisiologi
Patofisiologi penyakit Emfisema berawal dengan adanya paparan zat yang Dapat memicu respon dari inflamasi, ataupun defisiensi antitrypsin alfa 1. Ada beberapa Patofisiologi emfisema diantarnaya Adalah :
  • Paparan zat berbahaya

Paparan zat berbahaya atau asap rokok dalam jangka panjang akan memicu respon inflamasi oleh sel-sel imun inflamatorik seperti sel polimorfonuklear, eosinofil, makrofag, limfosit CD4+ dan limfosit CD8+.

 

 

  • Defisiensi Antitrypsin alfa 1

Antitripsin alfa-1 adalah sebuah glikoprotein yang masuk ke dalam kelompok inhibitor serin protease yang disintesis di dalam hati dan disekresi ke dalam peredaran darah. Diduga Antitripsin alfa-1 juga dihasilkan di parenkim paru. Fungsi dari antitripsin alfa-1 adalah untuk menetralisir elastase neutrofil di dalam jaringan interstisial paru dan menginhibisi tripsinisasi untuk melindungi parenkim paru dari proses elastolitik. Sehingga pada penderita dengan defisiensi antitripsin alfa-1, elastase neutrofil akan merusak jaringan ikat paru yang pada akhirnya menyebabkan emfisema.

 

  • Akibat Rusaknya Parenkim Paru

Kerusakan parenkim paru yang ditandai dengan menghilangnya elastisitas alveoli menyebabkan udara terperangkap di dalam paru dan sulit untuk dikeluarkan. Hal ini menyebabkan paru-paru tidak dapat melakukan ekspirasi dengan efektif, dan menampung udara lebih banyak sehingga terjadi hiperinflasi paru.

 

  • Emfisema Berdasarkan Lokasi Kerusakan

Penyakit emfisema pada paru Dapat dibedakan berdasarkan lokasi kerusakan yang terjadi yaitu :

- Asinar proksimal (sentrilobuler) : Adalah jenis yang paling sering terjadi dan paling berhubungan erat dengan Riwayat seseorang yang merokok atau inhalasi zat berbahaya. Sesuai dengan Namanya kerusakan pada umumnya kerusakan terjadi pada bagian proksimal dari bronkiolus dengan detruksi fokal dan juga sering ditemukan pada bagian atas paru.

- Panasinar : Adalah jenis yang terjadi pada penderita dengan defisiensi antitrypsin alfa-1. Lokasi kerusakan terjadi pada hampir seluuruh bagian alveoli.

- Asinar distal (paraseptal) : merupakan jenis yang Dapat muncul sendiri atau saling berhubungan dengan 2 kondisi lainnya. Lokasi kerusakan terbatas pada septa dari paru-paru atau pleura.
Vi. pencegahan
Adapun hal yang dapat mencegah terjadinya Emfisema diantaranya adalah :
  1. Berhenti merokok

  2. Perbanyak minum

  3. Menjaga pola istirahat
  4. Makan teratur
  5. Olahraga yang cukup
Vii. peranan fisioterapi
Adapun beberapa peranan fisioterapi pada kasus ini adalah :
  • Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efi- siensi batuk.
  • Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
  • Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
  • Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.
  • Mengurangi spasme/ketegangan otot-otot leher pasien.
DAFTAR pUSTAKA

IMFI atau bisa di sebut dengan Ikatan Mahasiwa Fisioterapi Indonesia adalah sebuah Perkumpulan Mahasiswa Program Studi Fisioterapi di Indonesia. IMFI mengcangkup beberapa daerah yang ada di Indonesia salah satunya IMFI Wilayah II yang berada pada wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *